Langsung ke konten utama

Memeluk Waktu

Hidup ini perjalanan yang menyimpan banyak rahasia. Kita pikir kita tahu, kita pikir kita ngerti, tapi sebenarnya kita ngga ngerti apa-apa kan? Besok bakal gimana, nanti bakal gimana, jalan ini akan lurus atau berbelok. Kita baru tahu saat sudah melalui. Saat udah lewat.

Tapi satu hal yang pasti, dalam perjalanan itu kita semua akan bertemu dengan banyak orang. Sebagian cuma selewat, sebagian sempat singgah sesaat, sebagian tinggal, sisanya pergi ngga pernah kelihatan lagi. Biarpun begitu, setiap pertemuan, hubungan, dan bahkan perpisahan itu ada alasannya. Semuanya ada maknanya. Dan yang pasti kita semua tuh punya fungsi untuk satu sama lain. 

Sekarang saatnya. Setelah cukup lama memberi jeda, aku ingin kembali pada diriku yang dulu. Ternyata untuk memulai kembali tidak semudah itu. Tidak apa. Aku akan tetap mencoba.

Mulanya aku tidak tahu akan menulis tentang apa. Kata-kata begitu cepat menguap dan hilang begitu saja. Dan aku berpikir lagi, cukup lama. Lalu, ada yang terlintas. 

Pada akhirnya, aku sampai pada tahap ini. Menerima. Aku telah memilih jalanku yang jauh bersinggungan dengan masa lalu. Aku memilah hidupku agar tak lagi terjebak dengan banyak tanya yang membuat kepalaku hampir meledak sebab terus menuntut jawab.

Kata orang, hidup terus belajar. Dan aku memaknai setiap waktu dengan mengambil detak yang senantiasa kudekap. Tak sekedip mata pun aku ingin melupakan, segalanya berharga, segalanya bernilai dan aku berhutang pada diriku sendiri. 

Permulaan ini, aku hanya ingin berbicara dengan diri sendiri. Setelah cukup jauh kaki melangkah, almanak pun juga lekas bergegas, sementara duka telah kulepas, 

"Terima kasih, karena dalam waktu tak ringkas ini, kamu tetap ingin kembali. Meski berat mengawali, kamu memaksa diri dan bertekad tak ingin berhenti. Kamu terlalu banyak membaca tanda di setiap situasi, hingga lupa bagaimana buku dalam dirimu tak tersentuh dan hampir saja menjadi sayu serta usang".

Kamu, rasakanlah... Setiap kata yang mengalir bagai banjir, meluap dari bendungan matamu. Tidak pernah ada yang terlambat. Waktu selalu tepat. Hanya saja, kamu sudah dicipta semesta untuk memeluk waktu, menunggu. Bagimu mungkin lama, bagi orang lain tidak akan tiba. Tapi, siapa yang tahu takdir manusia, selain Dia? Seseorang mungkin saja membawamu lari. Dan bisa saja kamu akan merasa lelah nanti. Ingat, kamu tidak harus berhenti. Hanya perlu menepi. Beristirahat sejenak. Seperti hari-hari lalu. 

Seseorang akan mengajakmu tertawa. Dan bisa saja kamu merasa bosan. Ingat, kamu tidak perlu menghilang. Hanya perlu berdiam, menemukan kembali dirimu dalam peluk kesepian. Orang-orang seringkali keliru, menganggap kesepian adalah momok menakutkan. Namun, seperti yang kamu temukan, ia tidak seperti itu. la adalah ruang untukmu menilik kembali jati diri. Bukankah begitu?!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Manusia Serapuh itu

Teorinya, manusia menduduki tahta tertinggi dibanding spesies lain  karena akal budi dan kebisaannya merasa.  Sodorkan pernyataan ini kepada siapa pun dan mereka akan mengangguk-angguk mengamini. Yang-luput disadari orang-orang adalah bahwa apa yang membuat manusia kuat juga jadi hal yang membuatnya lemah.  Our strength is our weakness . Kemampuan berpikir dan merasa itu justru menjadikan manusia makhluk yang lemah. Dan mau tahu apa yang membuat manusia paling rapuh?  Kata-kata .  Seuntai lirik lagu bisa dengan mudahnya menyeret seseorang ke kenangan-kenangan yang seharusnya tidak lagi menghuni ruang ingatan. Sepotong kata menyakitkan bisa serta merta membangkitkan amarah sama seperti satu kalimat sederhana punya kekuatan untuk membuat seseorang jatuh hati. Pujian bisa menerbangkan setinggi langit dan di waktu lain giliran celaan yang menjatuhkannya hingga terpuruk. Dihadapkan dengan kata-kata, manusia dan perasaannya serapuh itu. Manusia dan perasaannya selalu ...

Hidup Layaknya Bianglala

Sewaktu kecil kita gemar naik bianglala, yang berputar, melingkar, yang mendebarkan, yang membikin hati berdesir-desir. Lama setelahnya, kita pun sadar. Bahwa hidup seperti bianglala, terus berputar, tak mau diam. Suatu waktu kita berada di bawah. Merangkak naik,  mencapai tujuan sampai ke atas. Bukankah itu yang semua orang inginkan?  P erjalanan hidup lancar, segala harapan menjadi kenyataan. Tapi, kita kerap lupa, gerak bianglala bukan semaunya. Melainkan diatur sebagaimana baiknya. Ia memiliki kendali. Ya, seperti itulah kita hidup. Yang terjadi, yang dimiliki, sebab dan akibat, semua bermula dari DIRI SENDIRI. Kita yang mengendalikannya. Bukan siapa siapa, hanya DIRI SENDIRI. Bianglala dalam hidupmu jangan sampai berhenti berputar. Bukankah kita pernah berada di titik terendahnya? Mengeluh, ingin berhenti saja, sakit, kecewa, rasa yang tak semua orang inginkan, seakan membuat kita tak layak mendapatkan kebahagiaan. Tapi, kita keliru. Bianglala ini harus berputar ...