Langsung ke konten utama

Menjadi Manusia ?

Kita sebagai manusia terlalu banyak bertanya mengapa sedang Tuhan dengan kepastian rencana-Nya, tengah asyik menilai kita. Begitulah Tuhan, kan Kau tahu sendiri, manusia suka sekali menerka, mengira-ngira segala kemungkinan. Tidak bisakah kita---sebagai manusia---sedia menerima dan berlapang dada? Barangkali bicara semudah itu, dan kita menyangka kenyataan semenyedihkan ini. Memang, tidak ada yang mudah. Tapi tidak juga melulu sedih. Tuhan yang Baik sedang menghapus badai di matamu dengan berbagai cara. Tolong jangan merasa sendiri dan menjadi orang yang paling sunyi.

Memang tidak mudah, dan akan selalu begitu. Namanya juga manusia, selalu menerka dan bertanya. Tidak perlu menyalahkan siapa-siapa jika kita belum bisa berlapang dada. Namun tidak juga memaklumi sifat yang ada pada manusia. Sebenarnya, ada hal yang bisa lakukan dengan mengurangi keluh dan perbanyak bersyukur. Mungkin kita lupa, bahwa posisi yang saat ini kita keluhkan, barangkali adalah posisi yang orang lain inginkan. Kita juga sering lupa, selalu menganggap masalah kita lebih dari apa yang orang lain rasakan. Perlu kita ingat, bahwa kita sama-sama berjuang namun bukan berarti menyamakan perjuangan. Semua sudah punya jalannya masing-masing, sesuai takarannya sesuai dengan batas mampunya.

Segala bentuk kemungkinan, masih bisa luput dari kehidupan. Tidak dengan apa yang senantiasa disyukurkan, dicukupkan dalam tengadah lirihmu. Meski kau berbisik, meski kau menggumam, meski hanya membatin, meski kau hanya cukup memandang langit yang biru. Ia sudah sangat paham, bagaimana semua rencana harus berjalan, sebaik-baiknya. 

Kadang kau merasa laju tak sepadan, kadang kau kira alur tak seiring, Tapi sudahkah kau mengenali kembali jalan yang telah sangat jauh di tempuh hingga kini ???? Jejak-jejak itu dapat kau kenang, untuk menapak tilas langkah kedua kakimu yang tak pernah sekalipun berhenti.... Meski Begitu Ingin....

Sudah saat nya kamu berdamai. Bukan melarikan diri. Berdamai dengan keadaan, terlebih lagi berdamai dengan dirimu sendiri. Berlatih jadi pendengar yang baik. Tak perlu tergesa percaya. Tak perlu pula terburu memberi makna. Menerima. Merelakan. Belajar dari paksaan hidup untuk mengikhaskan hingga benar-benar mengerti makna sesungguhnya. Bahwa hidup adalah misteri. Bahwa ada beberapa persoalan hidup yang tak bisa direncana, melainkan terjadi begitu saja, barangkali begitulah cara Tuhan mengaturnya. Bahwa andaipun kita berencana, tidak ada kuasa yang lebih kuat dari kehendak-Nya. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Memeluk Waktu

Hidup ini perjalanan yang menyimpan banyak rahasia. Kita pikir kita tahu, kita pikir kita ngerti, tapi sebenarnya kita ngga ngerti apa-apa kan? Besok bakal gimana, nanti bakal gimana, jalan ini akan lurus atau berbelok. Kita baru tahu saat sudah melalui. Saat udah lewat. Tapi satu hal yang pasti, dalam perjalanan itu kita semua akan bertemu dengan banyak orang. Sebagian cuma selewat, sebagian sempat singgah sesaat, sebagian tinggal, sisanya pergi ngga pernah kelihatan lagi. Biarpun begitu, setiap pertemuan, hubungan, dan bahkan perpisahan itu ada alasannya. Semuanya ada maknanya. Dan yang pasti kita semua tuh punya fungsi untuk satu sama lain.  Sekarang saatnya. Setelah cukup lama memberi jeda, aku ingin kembali pada diriku yang dulu. Ternyata untuk memulai kembali tidak semudah itu. Tidak apa. Aku akan tetap mencoba. Mulanya aku tidak tahu akan menulis tentang apa. Kata-kata begitu cepat menguap dan hilang begitu saja. Dan aku berpikir lagi, cukup lama. Lalu, ada yang terlintas.  Pada

Hidup Layaknya Bianglala

Sewaktu kecil kita gemar naik bianglala, yang berputar, melingkar, yang mendebarkan, yang membikin hati berdesir-desir. Lama setelahnya, kita pun sadar. Bahwa hidup seperti bianglala, terus berputar, tak mau diam. Suatu waktu kita berada di bawah. Merangkak naik,  mencapai tujuan sampai ke atas. Bukankah itu yang semua orang inginkan?  P erjalanan hidup lancar, segala harapan menjadi kenyataan. Tapi, kita kerap lupa, gerak bianglala bukan semaunya. Melainkan diatur sebagaimana baiknya. Ia memiliki kendali. Ya, seperti itulah kita hidup. Yang terjadi, yang dimiliki, sebab dan akibat, semua bermula dari DIRI SENDIRI. Kita yang mengendalikannya. Bukan siapa siapa, hanya DIRI SENDIRI. Bianglala dalam hidupmu jangan sampai berhenti berputar. Bukankah kita pernah berada di titik terendahnya? Mengeluh, ingin berhenti saja, sakit, kecewa, rasa yang tak semua orang inginkan, seakan membuat kita tak layak mendapatkan kebahagiaan. Tapi, kita keliru. Bianglala ini harus berputar sampai pa

Bertahanlah

Tanpa harus mengutip dari siapapun, semuanya juga paham bahwa air mata menyimpan entah berapa banyak cerita dan rahasia. Setiap tetes membungkus peristiwa-peristiwa dan penyesalan yang menyertai.  Yang membasahi pipiku sekarang bukan menandai penyesalan, duka, atau kehilangan. Sesal, duka, dan rindu, meski sulit, bisa sembuh dengan berlalunya waktu. Dalam getir, setiap tetes tangis ini meratapi satu hal yang kebal bahkan dari waktu. Hati seorang perempuan berusia 27 tahun yang menantang kemustahilan dan berharap ada mujizat yang menghampirinya.  Namun begitulah dinamika hidup, kita akan dipertemukan dengan sesuatu yang jauh dari keinginan.  Bahwa hidup tak selalu melulu tentang senang, tak juga sekedar sedih. Ada batas yang memisahkan keduanya. Ada sebuah jeda yang bisa kita sebut sebagai stagnasi. Ketika sudah jengah pada harapan, ketika sudah dirasa payah bertahan. Jangan buru-buru memutuskan untuk berhenti. Kita hanya perlu menepi. Memberi ruang pada dirisendiri. Ingat ini hanya fas