Langsung ke konten utama

Kita adalah Lakon

Selamat menjemput malam, sebentar lagi senja tenggelam dan bulan menggantikan kedudukan.
Salam untuk kita semua yang senantiasa masih memelihara hati agar tetap terjaga.

Tidak bisa dipungkiri, hal-hal yang pernah terjadi dalam hidup kita akan terus mengikuti. Namun, bukan berarti kita harus tinggal di masa lalu untuk selamanya. Barangkali singgah sebentar diperlukan untuk kemudian kembali sadar dan memperbaiki kesalahan.
Aku punya masa lalu, kau pun begitu. Kita menutupnya tanpa bercerita apa-apa. Sekarang, yan terpenting adalah apa yang harus kita lakukan untuk saat ini dan nanti suatu hari.

Hujan kembali datang dan menemani lantunan kata yang kucoba akan rangkai. Teringat sepenggal puisi bulan Juni milik Sapardi Joko Damono.
Bersama derasnya, ia datangkan janji. Maka panjangkan doamu..
Dalam sajak bulan Juni milik Sapardi...
Aku kembali meresapi. Bahwa rahasia-rahasia-Nya, akan terbuka suatu hari nanti.
Bahwa apa yang sedang kita jalani kini, tentang perasaan dan hal-hal dimana tak dapat dijabarkan dalam kata. Tentang yang tak pernah oranglain ketahui disetiap sepimu, akan berakhir dengan rasa syukur yang tiada habisnya.

Tuhan adalah sutradara terbaik. Skenarionya sempurna! Dan kita lakon yang tabah memerankannya.

Aku sempat lupa, bahkan untuk tetap bertahan pun sesekali memerlukan jeda. Bukan karena menyerah, bukan juga karena sudah tak sanggup, melainkan rasa lelah ini perlu waktu untuk ditenangkan.
Dan saya yakin rasa lelah itu pasti menghampiri. Setiap perjuangan pasti melelahkan bukan? Untuk apa-apa yang sedang kita lakukan demi bertahan di jalan hidup yang terjal ini, mudah-mudahan Allah beri kita kekuatan untuk terus menjalani.
Skenario hidup ini ada dalam kendali-Nya. Perkara pergi dan tinggal, asing dan mengenal, bersama dan meninggalkan sudah dalam pengaturan-Nya. Entah sedih, atau bahagia semuanya pasti baik. Seiring beredarnya waktu dan masa, semua pasti akan bertemu dengan hikmah dan pelajarannya. 
Sebab, kita tidak tahu ke mana takdir akan membawa kita. Walau mungkin terasa menyedihkan dan belum bisa terima, kelak saat kita tahu apa hikmahnya, kita akan sadar bahwa setiap hal itu saling terhubung dan terkait untuk membentuk skenario cerita terbaik-Nya.
Berencana mungkin adalah hal yang menyenangkan, seolah-olah apa yang kita inginkan berada di depan mata dan dengan mudah mendapatkannya. Tidak, bukan begitu. Sekali lagi, skenario-Nya melebihi matematika kita. Dan kita adalah lakon yang tabah memerankannya.
Maka, tengadahkan kepalamu dan mintalah pada Sang pemilik Hidup. 
Segala-galanya inginmu tak berbanding apa-apa dengan kehendak-Nya yang nyata, yang lebih baik untuk kita semua. 
Ia mendengar, maka tak perlu kau risau. 
Ia tahu yang terbaik untukmu, kau hanya perlu memeluk waktu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Memeluk Waktu

Hidup ini perjalanan yang menyimpan banyak rahasia. Kita pikir kita tahu, kita pikir kita ngerti, tapi sebenarnya kita ngga ngerti apa-apa kan? Besok bakal gimana, nanti bakal gimana, jalan ini akan lurus atau berbelok. Kita baru tahu saat sudah melalui. Saat udah lewat. Tapi satu hal yang pasti, dalam perjalanan itu kita semua akan bertemu dengan banyak orang. Sebagian cuma selewat, sebagian sempat singgah sesaat, sebagian tinggal, sisanya pergi ngga pernah kelihatan lagi. Biarpun begitu, setiap pertemuan, hubungan, dan bahkan perpisahan itu ada alasannya. Semuanya ada maknanya. Dan yang pasti kita semua tuh punya fungsi untuk satu sama lain.  Sekarang saatnya. Setelah cukup lama memberi jeda, aku ingin kembali pada diriku yang dulu. Ternyata untuk memulai kembali tidak semudah itu. Tidak apa. Aku akan tetap mencoba. Mulanya aku tidak tahu akan menulis tentang apa. Kata-kata begitu cepat menguap dan hilang begitu saja. Dan aku berpikir lagi, cukup lama. Lalu, ada yang terlintas.  Pada

Hidup Layaknya Bianglala

Sewaktu kecil kita gemar naik bianglala, yang berputar, melingkar, yang mendebarkan, yang membikin hati berdesir-desir. Lama setelahnya, kita pun sadar. Bahwa hidup seperti bianglala, terus berputar, tak mau diam. Suatu waktu kita berada di bawah. Merangkak naik,  mencapai tujuan sampai ke atas. Bukankah itu yang semua orang inginkan?  P erjalanan hidup lancar, segala harapan menjadi kenyataan. Tapi, kita kerap lupa, gerak bianglala bukan semaunya. Melainkan diatur sebagaimana baiknya. Ia memiliki kendali. Ya, seperti itulah kita hidup. Yang terjadi, yang dimiliki, sebab dan akibat, semua bermula dari DIRI SENDIRI. Kita yang mengendalikannya. Bukan siapa siapa, hanya DIRI SENDIRI. Bianglala dalam hidupmu jangan sampai berhenti berputar. Bukankah kita pernah berada di titik terendahnya? Mengeluh, ingin berhenti saja, sakit, kecewa, rasa yang tak semua orang inginkan, seakan membuat kita tak layak mendapatkan kebahagiaan. Tapi, kita keliru. Bianglala ini harus berputar sampai pa

Bertahanlah

Tanpa harus mengutip dari siapapun, semuanya juga paham bahwa air mata menyimpan entah berapa banyak cerita dan rahasia. Setiap tetes membungkus peristiwa-peristiwa dan penyesalan yang menyertai.  Yang membasahi pipiku sekarang bukan menandai penyesalan, duka, atau kehilangan. Sesal, duka, dan rindu, meski sulit, bisa sembuh dengan berlalunya waktu. Dalam getir, setiap tetes tangis ini meratapi satu hal yang kebal bahkan dari waktu. Hati seorang perempuan berusia 27 tahun yang menantang kemustahilan dan berharap ada mujizat yang menghampirinya.  Namun begitulah dinamika hidup, kita akan dipertemukan dengan sesuatu yang jauh dari keinginan.  Bahwa hidup tak selalu melulu tentang senang, tak juga sekedar sedih. Ada batas yang memisahkan keduanya. Ada sebuah jeda yang bisa kita sebut sebagai stagnasi. Ketika sudah jengah pada harapan, ketika sudah dirasa payah bertahan. Jangan buru-buru memutuskan untuk berhenti. Kita hanya perlu menepi. Memberi ruang pada dirisendiri. Ingat ini hanya fas